Download Gratis CorelDraw X5 Portable Full Version
- CorelDRAW adalah software pengolah grafis yang mampu membuat gambar
yang luar biasa. CorelDRAW X5 menawarkan konten gambar dan huruf,
profesional alat desain grafis, photo-editing kemampuan dan software
desain website yang lengkap. Plus, kecepatan disempurnakan dukungan
64-bit memungkinkan Anda untuk dengan cepat memproses file yang lebih
besar dan gambar.
Screenshot:
Screen Shot CorelDRAW X5 Portable
Screen Shot CorelDRAW X5 Portable
System Requirements
Microsoft® Windows® 8 (32-bit or 64-bit Editions), Microsoft®
Windows® 7 (32-bit or 64-bit Editions), Windows Vista® (32-bit or 64-bit
Editions), or Windows® XP (32-bit), all with latest service packs
installed
Intel® Pentium® 4, AMD Athlon™ 64 or AMD Opteron™
1GB RAM
1.5GB hard disk space (for typical installation without content – additional disk space is required during installation)
Dari empat film kolaborasi Liam Neeson dengan sutradara Jaume Collet-Serra, saya pikir The Commuter
adalah yang, secara logika, paling absurd. Awalnya film ini bermain
seperti film misteri ala Hitchcock, lalu di tengah jalan berubah
drastis menjadi sebuah film aksi. Skenarionya lebay dan sok serius.
Namun digarap dengan begitu baik, saya jadi bingung. Filmnya terlihat
lebih baik kalau tak begitu dipikirkan. Sebentar, saya mau koreksi.
Kalau dipikir-pikir lagi, mungkin plot film ini adalah yang terabsurd,
bukan dari Collet-Serra saja, melainkan dari semua film aksi Neeson.
Neeson terlahir kembali sebagai ikon bintang aksi gaek di tahun 2008 lewat Taken.
Pria seumuran Setya Novanto ini ternyata tak kalah meyakinkan saat
menghajar orang dalam film aksi kelas B, apalagi kalau cuma sekedar
nabrak tiang listrik. Sejak saat itu, Collet-Serra ikut nimbrung
mengeksploitasi imej baru Neeson tersebut lewat Unknown, Non-Stop, dan Run All Night. Dalam The Commuter, perannya sedikit berbeda. Tapi tidak juga. Pfft, siapa juga yang bakal ketipu.
Adegan pembuka menjanjikan filmnya bakal lebih dari sekedar bak-bik-buk
dan dar-der-dor. Neeson bermain sebagai Michael, agen asuransi biasa
yang menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja — kelas menengah, tapi
untungnya tak ngehek. Collet-Serra dengan efektif menangkap rutinitasnya
yang monoton dalam waktu singkat. Pagi hari bangun, mendengarkan radio,
sarapan bersama anak, lalu diantar sang istri ke stasiun untuk
berangkat menuju kantornya di Manhattan. Naas, sesampai di kantor,
Michael malah dipecat.
Dalam perjalanan pulang di kereta, Michael didekati oleh seorang wanita misterius bernama Joanna (Vera Farmiga)
yang memberinya sebuah penawaran yang aneh. Yang harus dilakukan
Michael hanyalah mengidentifikasi satu penumpang yang tak seharusnya ada
di gerbong itu, lalu ia akan mendapat imbalan yang wow. Ini tawaran
yang konyol, tapi kebetulan Michael memang sedang butuh uang juga. Saat
Joanna turun, ia kemudian menyadari bahwa tawaran ini serius, sangat
serius sampai melibatkan nyawa para penumpang lainnya.
Tapi mereka bukan disandera, karena kalau begitu judul film seharusnya Taken 4.
Yang kita dapatkan adalah sebuah film detektif ala-ala. Michael
berjalan dari satu gerbong ke gerbong lain, mencari petunjuk akan siapa
orang yang dimaksud. Ancaman juga semakin besar. Joanna sepertinya punya
mata dan telinga dimana-mana, sehingga tahu semua detil dari
tindak-tanduk Michael. Lebih parahnya, keluarga Michael juga berada
dalam bahaya.
Saya kira awalnya film ini mengkondisikan Neeson sebagai pria biasa.
Namun ternyata tidak juga. Ketika sedang melepas stres di bar, Michael
bercengkerama dengan rekan lamanya, Murphy (Patrick Wilson) sembari meledek Kapten David (Sam Neill).
Michael ternyata mantan polisi! Jadi tidak bakal aneh dong, kalau ia
punya insting yang kuat dan nanti juga bisa menghajar orang atau
bergelantungan di kereta yang tengah melaju.
Film ini bisa dibilang tak pernah kehilangan momentum. Transisi di
bagian pertengahan terasa janggal, tapi filmnya mantap sebagai bagian
yang terpisah. Collet-Serra meluncurkan filmnya dengan kecepatan tinggi,
menjaga tensinya tetap stabil. Sang sutradara benar-benar tahu cara
membuat suatu adegan itu menegangkan. Gerakan kameranya dinamis, dan
terkadang sok pamer dengan beberapa shot yang stylish. Ada satu adegan pertarungan di dalam kereta yang diambil secara one-take tanpa terputus. Film ini memakai CGI untuk efek spesial, tapi dimanfaatkan dengan efektif sekali.
Dengan begitu hebohnya adu jotos dan peluru yang dihamburkan, saya heran
juga kok ya lama juga penumpang lain jadi panik. Faktanya, banyak
karakter figuran yang manut begitu saja dengan apa yang Michael katakan
atau lakukan. Karakterisasi termakan oleh mekanika plot. Konspirasi yang
dilakukan Joanna menjangkau terlalu jauh, kita harus mematikan otak
untuk menerima logika penceritaannya. Apakah Joanna perlu menyusun
rencana seribet itu? Apakah filmnya memang meloncat keluar rel dengan
spektakuler? Sepertinya begitu, tapi kita dibuat tak terlalu mengacuhkan
logika atau realita saat menonton.
Banyak bagian dari film yang bakal terasa tak nyambung saat anda
memikirkannya kembali di luar bioskop. Namun seabsurd apapun ceritanya,
Collet-Serra tahu cara untuk membuatnya menjadi film yang terasa
sungguhan. Marvel atau DC boleh lah mengontaknya untuk menggarap film
superhero mereka. Namun tunggu sebentar; setelah pesawat di Non-Stop, lalu kereta di film ini, saya harus melihat Neeson beraksi di kapal pesiar terlebih dahulu. ■UP